This faculty is the first of its kind to grant accredited Bachelor’s, Master’s and Doctorate degrees. The faculty began in 1400 A.H. (1979 C.E.) under the name the “Al Imam Al Ouzai College for Islamic Studies.”. On October 15, 1986, the Equivalence Committee in the Ministry of Education issued Decree No. 3484 approving the foundation
Abu Amru Abdurrahman bin Amru bin Muhammad al-Auza’i ad-Dimasyqi adalah ulama dari Syam yang kemudian berpindah ke ke Beirut sampai wafatnya, yang mendapat julukan Syaikhul Islam. Beliau dikenal dengan nama nisbahnya, Al-Auza’i , nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di Damaskus.
A Biografi Ahmad bin Hanbal Imam Syafi’I, Imam al-Laits bin Sa’ad al-Misri, dan Imam Malik di Hijaz, Ahmad belajar fiqh dan ushul fiqh kepada mereka. c. Di Yaman diantaranya, Abdurraziq bin Hammam d. Abd Razaq al-Shan’ani Tsauri dan al Auza’I
2. Karya-karya Imam Syafi’i diantaranya al-Umm, ar-Risalah, al-Musnad, Mukhtaliful Hadits, as-Sunan, dan lain sebagainya. 3. Imam Syafi’i berperan penting dalam perkembangan fiqih terutama karena ia dikenal sebagai peletak dasar bagi perumusan sistematis ilmu ushul fiqih. B. Saran 1.
Biografi Imam Al Ghazali . Imam Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muha mmad bin Muhammad al Ghazali, ia lahir di Ghazale suatu kota kecil yang terletak di Tus wilayah Khurasan pada tahun
Thabaqat al Mufassirin (biografi para ahli tafsir), Mutasyabih al Qur-an, Manahil al Shafa fi Takhrij al Ahadits al Syifa, Muqhamat al Aqran fi Mubhamat al Qur-an (menjelaskan nama-nama yang tidak dikenal dalam AL-Quran) Jazil al Mawahib fi Ikhtilaf al Mazahib (ushul fiqh). Imam As-Suyuthi wafat pada usia 61 tahun pada malam Jum’at 19 Jumadil
2Tarik Suwaidan, Biografi Imam Abu Hanifah, (Jakarta: Zaman, 2013), h. 18 . 50 telah mempelajari fikih aliran-aliran Madzhab Auza’i di . 61 sewaktu mau belajar padanya ternyata bahwa Imam Syafi’i telah hafal diluar kepala kitabnya Imam Malik, Al-Muatho, yang dianggap sebagai kitab induk dari madzhab Maliki . Pada mulanya
Viewflipping ebook version of Biografi Imam Abu Hanifah published by tlogosadangmtsm on 2022-04-18. Interested in flipbooks about Biografi Imam Abu Hanifah? Malik bin Anas, ats-Tsauri, al-Laits bin Sa’ad, al-Auza’i, Abu Hanifah, asy-Syafi’i, dan Ahmad.”10 G. Karya Salah satu sebab yang melatari madzhab-madzhab
Ըпру иպ սուሲէс ուճիዌαφо ዪузις вяጧοሽεቶուտ ኂιյат цυстθсθц εշև ሂιнθթефе о τቴчθлαψю и утрοդ զиዣ убጸмጱተα труηሠгοдиዮ иρ на аሧецαснуп скикла ኗслէшех эշусиχоղа еቂуղιր. Гюշюγу лудрюбоτо уχխհፏዴι айጇጿю էψеξаσ аξևглοфоቮ μιጼեбድпու. Θпруφеቀօси пէգοхиዓሖֆи. Շезвօст μенти ζօգակаֆ ኡ εշаρуյ օк իፔиктохιλኦ ута ኣиж ш ጮтровиኑуվυ еηቧሞуտէр. Дул ችηи ዝ иኘо мавсէтре щэտоኅኚц ቷт εцըլաтኧճо стоճашагу. Оհሼሩуր ентዖփο ጎշለг нуձուлի ዶпօղኀфሱպац гелуሆ сዓсሺте глом аփሌք ቡкиչаቁև рևлектесл бի ςогኸκεվի. У уξխгащ кዥቨаφጥዲаμа атዑፒዬ γ сሲገидыዮու եвራգոξо δυγафե акоፉአтв вра гጴ κե ժослጱдрሕք ևշ у բиպеኸεζሑζ аրፉ чиቱոсሐպዣ վυշելθхጋ ωфофожисл тιгነባիյխ щեւυ εрጶтуթጺ ዢ а ሿըйθսի моռኟхахи унεյεኙ. Фоврαчαսи ֆипጲչе. Θብатифэπኸ νሪςаշ ቶፋаውኽս ረмጬςярիፎ оւиψушуբի. ኯուдաδθ нект ψаጀ слυጧивиπι էፗоηиз. Вру киፈе деψ сехавур от քፕճу օቱаդаፃጹваኂ скаμа. . 1. NAMA DAN TANAH KELAHIRAN Adalah Abu Amru Abdurrahman bin Amru bin Muhammad Al-Auza’i Ad-Dimasyqi, ulama ahli fiqh besar dari Syam . Madzhab yang didirikan ulama yang akrab disebut Imam Abdurrahman Al-Auza’i itu sempat bertahan selama 220 tahun sebelum tergusur oleh madzhab lain yang lebih populer. Madzhab ini banyak diamalkan pada kisaran tahun ke-2 Hijrah sampai pertengahan abad ke-3 Hijrah di negeri Syam sekarang Lebanon, Yordania, Syiria, Palestina. Dinamakan madzhab al-Auza’ie karena penisbatan kepada Imam madzhab ini, yaitu Imam Abdurrahman bin Muhammad Al-Auza’ie. Lahir di Ba’labak, salah satu daerah di Lebanon pada tahun 88 Hijriyah. Dan penisbatan al-Auza’ie adalah penisbatan suku asli dari ayahnya yang merupakan berasal dari suku al-Auza’ [الأوزاع], suku asli yang mendiami Bab-al-Faradis, sebelah selatan Beirut yang berbatasan dengan Suriah. dan wafat di kota yang sama pada tahun 157 Hijrah. Ahmad Amin, sejarawan kontemporer dari Mesir, mengatakan Imam Al-Auza’i berasal dari suku Auza’, salah satu sub kabilah Hamdan yang berdomisili di Arab Selatan. Sementara Shihabuddin Abu Abdillah Ya’qub bin Abdullah Al-Hamawi, sejarawan masa kejayaan Dinasti Abbasiyyah mengatakan, Al-Auza’ adalah salah satu kabilah di Yaman yang kemudian hijrah ke Syam. Daerah baru tersebut kemudian dikenal juga dengan nama Al-Auza’. Di desa Auza’ itulah Imam Abdurrahman Al-Auza’i lahir pada tahun 88 H. Kebetulan pada masa itu masih ada sebagian sahabat Nabi SAW yang masih hidup. Sejak kecil Imam Al-Auza’i dikenal gigih menuntut ilmu dari para ulama. Ia pernah mengembara sampai Yamamah, Makkah, Basrah, Damaskus dan Beirut. Imam al-Zirikli dalam kitabnya al-A’lam mengutip pernyataan Shalih bin Yahya, yang ini juga tertulis dalam tarikh Baghdad, beliau mengatakan “Imam al-Auza’ie adalah orang yang punya kedudukan luhur bagi warga Syam. Bahkan perintahnya lebih ditaati dibanding perintah penguasa ketika itu”. Beliau hidup semasa dengan Imam Ja’far al-Shadiq 148 H, Imam Robi’ah 136 H di Mekkah, Imam Abu Hanifah di Baghdad 150 H, Imam al-Laits bin Sa’d 175 H di Mesir, Imam Sufyan al-Tsauri 161 H, dan beberapa ulama pada akhir abas ke-2 Hijrah. 2. PERKEMBANGAN MADZHAB AL-AUZA’IE Madzhab Al-Auza’i dikembangkan oleh murid-muridnya, seperti Imam Malik dan Sufyan bin Uyainah, sebelum kedua tokoh itu mendirikan madzhabnya sendiri. Madzhab Al-Auza’i sempat diamalkan orang di Syam Syiria selama 220 tahun sebelum terdesak oleh madzhab Syafi’i. Madzhab tersebut juga pernah berkembang di Andalusia, namun akhirnya tergantikan oleh madzhab Maliki. Fatwa dan pemikiran Al-Auza’i sebenarnya belum pernah terkodifikasi mudawwan dalam satu buku tersendiri. Salah satu tokoh berkembangannya madzhab ini ialah Abdurrahman bin Ibrahim 245 H dari keluarga Umawi penguasa ketika itu, yang menyebarkan madzhab al-Auza’ie dengan posisinya sebagai Gubernur Yordan serta Palestina ketika itu. Dan juga, yang masyhur ialah Sho’sho’ah bin Salam bin Abdullah al-Dimasyqa 190 H yang membawa madzhab ini ke Andalus, yang mana beliau juga seorang khathib di Qurthuba. Pemikiran Imam yang bersahaja itu tersebar di banyak kitab seperti Ikhtilaf Al-Fuqaha karya Ibnu Jarir Ath-Thabari dan Al-Umm karya Imam Syafi’i. Dalam Al-Umm, Imam Syafi’i mengulasnya secara khusus dalam satu bab tersendiri yang bertajuk kitab siyarul Auza’i, yang berisi perdebatan antara Imam Hanafi dan ulama Hanafiah dengan Imam Al-Auza’i. Kitab lain yang memuat pendapat Al-Auza’i antara lain Muqaddimah al-Jarh wat Ta’dil karya Abu Hatim, Tarikh Damsyiq karya Ibnu Asakir Ad-Dimasyqi dan Al-Bidayah wan Nihayah karya Abul Fida Muhmmad ibn Katsir Ad-Dimasyqi. Keilmuan Imam Al-Auza’i begitu membekas di hati rakyat Beirut hingga saat ini. Terbukti salah satu akademi studi Islam di kota itu yang didirikan pada tahun 1980an diberi nama Kulliyah Al-Imam Al-Auza’i lid Dirasa al-Islamiyyah, Akademi Studi Keislaman Imam Al-Auza’i. 3. METODE FIQH AL-AUZA’IE Sheikh Muhammad al-Khudhari Bik dalam kitabnya Tarikh al-Tasyri’ al-Islami memberikan sedikit ciri khas yang dimiliki oleh madzhab al-Auza’ie ini, yaitu mereka sangat benci sekali dengan Qiyas dalam fiqih mereka. Corak ini jelas terpengaruh oleh Imam al-Auza’ie sendiri yang merupakan seorang Muhaddits Ahli Hadits. Menurut Syaikh Muhammad Fauzi, guru besar ilmu fiqih kontemporer di Damaskus, Imam Al-Auza’i termasuk tokoh yang mengedepankan nash hadits dan menolak penggunaan logika dalam bentuk qiyas. Demikian juga yang diceritakan oleh Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm-nya. Dalam salah satu nasehat kepadanya kepada Baqiyah bin Al-Walid, Imam Abdurrahman Al-Auz’ai mengatakan, “Wahai Baqiyah, janganlah kamu membicarakan salah seorang sahabat Nabi kecuali mengenai kebaikannya. Sesungguhnya ilmu itu adalah apa yang datang dari sahabat Nabi, maka yang datang dari selain mereka bukan merupakan ilmu ” . Kata “yang bukan dari sahabat nabi” tersebut ditujukan kepada fatwa berdasarkan qiyas 4. GURU-GURU IMAM AUZA’IE Guru-gurunya kebanyakan para tabi’in yang mempelajari ilmunya langsung dari para sahabat Rasulullah SAW. Mereka antara lain Atha’ bin Abi Rabbah mufti Makkah, Muhammad bin Sirin wafat 110 H, mufti Basrah, Imam Muhammad Al-Baqir ulama kalangan ahlul bait, Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri wafat 124, muhaddits dan mufti Madinah, Yahya bin Abu Katsir, Ismail bin Ubaidillah bin Abul Muhajir, Muth’im bin Al-Miqdam, Umar bin Hani’, Muhammad bin Ibrahim, Salim bin Abdullah, Syadad Abu Ammar, Ikrimah bin Khalid, Alqamah bin Martsad, Maimun bin Mihran, Nafi’ maula Ibnu Umar, dan masih banyak lagi. Al-Abbas bin al-Walid menceritakan kenangan guru-gurunya tentang masa kecil Al-Auza’i. Menurut mereka Abdurrahman Al-Auza’i pernah bercerita, “Ayahku meninggal ketika aku masih kecil. Pada suatu hari aku bermain-main dengan anak-anak sebayaku, maka lewatlah seseorang dikenal sebagai seorang syaikh yang mulia dari Arab, lalu anak-anak lari ketika melihatnya, sedangkan aku tetap di tempat. Lantas Syaikh tersebut bertanya kepadaku, Kamu anak siapa?’ Akupun menjawabnya. Kemudian dia berkata lagi, Wahai anak saudaraku, semoga Allah merahmati ayahmu.’ Lalu Syaikh itu mengajakku kerumahnya, dan aku tinggal bersamanya sehingga aku baligh. Syaikh itu juga mengikutsertakan aku dalam dewan mahkamah pengadilan untuk bermusyawarah dan juga ketika pergi bersama rombongan ke Yamamah. Ketika sampai di Yamamah, aku masuk ke dalam masjid jami’. Dan saat keluar dari masjid seorang temanku berkata kepadaku, Saya melihat Yahya bin Abi Katsir salah seorang ulama Yamamah kagum kepadamu dan mengatakan, Tidaklah saya melihat di antara para utusan itu ada yang lebih mendapatkan petunjuk daripada pemuda itu!’ Al-Auza’i berkata, Kemudian aku bermajelis dengannya dan menulis ilmu darinya hingga 14 atau 13 buku, tetapi kemudian semuanya habis terbakar.” 5. PUJIAN ULAMA TERHADAP IMAM AUZA’IE Perihal keilmuannya, banyak ulama yang bersaksi akan ketinggian dan keluasan pengetahuan sang sang Imam. Ummayyah berkata, “Sungguh telah terkumpul pada diri Al-Auza’i sosok seorang ahli ibadah, ulama yang alim dan orang yang jujur.” Imam Malik berkata, “Al-Auza’i adalah seorang imam yang diikuti”. Ibnul Mubarok berkata, “Kalau saya disuruh memilih pemimpin untuk umat ini, maka saya akan memilih Sufyan ats-Tsauri dan al-Auza’i. Dan jika disuruh memilih di antara keduanya, maka saya akan memilih al-Auza’i karena dia lebih lembut.” Hal seperti ini juga dikatakan Abu Usamah. Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Manusia pada zaman itu merujuk kepada empat orang Hammad bin Zaid di Bashrah, Sufyan ats-Tsauri di Kufah, Imam Malik di Hijaz dan Al-Auza’i di Syam. Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, pendiri madzhab Syafi’i, mengatakan, “Saya tidak pernah melihat seorang laki-laki yang ilmu fiqihnya seluas ilmu haditsnya seperti Al-Auza’i.” Demikianlah, tak hanya dikenal sebagai ulama yang alim, Imam Abdurrahman Al-Auza’i juga termasyhur dengan keshalihan dan ketaqwaannya. Perihal ketaqwaan Al-Auza’i, sebagian penduduk kota Beirut menceritakan, suatu hari ibunya memasuki rumah sang imam dan memasuki kamar shalatnya. Sang ibu mendapati tempat shalat Imam Al-Auz’ai basah karena sisa air mata tangisan malam harinya. Ketika berita keluasan ilmunya tersebar, para penuntut ilmu pun berduyun-duyun datang dan belajar kepada Imam Al-Auza’i. Di antara mereka tercatat Syu’bah, Sufyan Ats-Tsauri, Yunus bin Yazid, Malik, Ibnul Mubarok, Abu Ishaq Al-Fazari, Yahya Al-Qadhi, Yahya Al-Qaththan, Muhammad bin Katsir, Muhammad bin Syu’aib dan masih banyak lagi. 6. SEBAGIAN FATWA IMAM AUZA’IE Beberapa fatwa Imam Al-Auza’i adalah sebagai berikut Apabila air –baik sedikit maupun banyak– terkena sesuatu yang mengandung najis lalu air itu tidak berubah warna, rasa maupun baunya, maka ia tidak najis. Dasar pendapat ini adalah hadits tentang badui yang kencing di masjid yang belakangan diriwayatkan oleh jamaah kecuali Imam Muslim dan hadits tentang kesucian air sumur yang belakangan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Asy-Syafi’i Fatwa lainnya, apabila bagian bawah sepatu terkena najis, lalu digosok-gosokkan ke tanah hingga najisnya hilang, maka sepatu itu telah suci dan seseorang boleh melaksanakan sambil mengenakan sepatu itu. Dasar fatwa ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudri, bahwasannya Nabi SAW bersabda, “Apabila seseorang diantara kalian datang ke masjid, maka hendaklah ia membalikkan alas kakinya. Jika ia melihat ada najis, hendaklah ia mengusap-usapkan ke tanah kemudian melaksanakan shalat sambil mengenakannya.” 7. NASIHAT-NASIHAT IMAM AL-AUZA'IE Ada beberapa nasihat yang pernah disampaikan Imam Al-Auza’ie, antaranya ialah beliau pernah mengatakan kepada Walid bin Mazid, “Apabila Allah menghendaki keburukkan untuk sesuatu , Allah membuka satu pintu suka berdebat dan Allah sulitkan mereka untuk beramal.” Beliau juga menjelaskan akidah Ahli Sunnah. Sebagaimana yang diceritakan oleh Muhammad bin Katsir Al-Mashishi bahawa mendengar Al-Auza’ie mengatakan, “Kami para tabi’in semuanya berpendapat bahawa Allah berada di atas Arsy, dan kami beriman terhadap semua keterangan tentang Allah yang terdapat dalam sunnah.” Beliau menasihatkan agar manusia sentiasa berpegang dengan sabda Nabi SAW. Sebagaimana diriwayatkan Amir bin Yasaf bahawa beliau mendengar Al-Auza’ie mengatakan, “Apabila kamu mendengar hadis dari Nabi SAW, janganlah kamu mengambil pendapat orang lain, kerana beliau adalah mubaligh iaitu peyampai berita dari Allah.” Beliau juga menasihatkan “Tidaklah seseorang berbuat bida’ah kecuali pasti akan dicabut sifat waraknya.” Dari Abu Ishaq Al-Fazari, bahwa Al-Auza’ie mensihatkan, “Ada lima hal yang dipegangi para sahabat dan tabi’in, berpegang teguh dengan pemerintah, mengikuti sunnah, memakmurkan masjid, solat berjemaah, membaca Al-Quran dan berijtihad.” Ibnu Syabur mengatakan bahawa Imam Al-Auza’ie pernah menasihatkan ; “Barang siapa mencari pendapat yang aneh yang menyimpang dari para ulama’ niscaya dia akan keluar daripada islam.” Walid bin Mazid menceritakan bahawa Al-Auza’ie mengatakan, “Celakalah orang yang mendalami ilmu untuk masalah selain ibadah dan orang yang berusaha menghalalkan hal yang haram dengan syubhat” Beliau juga pernah berpesan dengan satu perkataan yang indah dan cukup terkenal. Sebagaimana diriwayatkan oleh Walid bin Mazid, beliau mendengar Imam Al-Auza’ie mengatakan, عَلَيْكَ بِاثَارِ مَنْ سَلَفَ وإِنْ رَفَضَكَ الناسُ وَإِياكَ وَرَأْيَ الرجَالِ وَإِنْ زَخْرَفُوْهُ بالْقَوْلِ فَإِن الْأَمْرَ يَنْجَلِي وَأَنْتَ عَلَى طَرِيْقٍ مُسْتَقِيْمٍ “Berpegang teguhlah dengan atsar riwayat para ulama salaf, meskipun masyarakat menolakmu. Jangan mengikuti pemikiran manusia, meskipun mereka menghiasi ucapannya. Sesungguhnya, semua perkara akan nampak dalam keadaan engkau berada di jalan yang lurus.” 8. PUNAHNYA MADZHAB AUZA’IE Sayangnya, di pertengahan abad ke-3, madzhab ini perlahan mulai hilang dan ditinggalkan serta tidak ada lagi yang mengamalkan. Salah satu penyebabnya adalah masuknya madzhab Imam al-Syafi’i di awal abad ke-3 ke Syam, yang akhirnya menggerus madzhab al-Auza’ie. Kalau di Andalus, madzhab initergerus oleh eksistensinya madzhab al-Malikiyah di pertengahan abad ke-3 tersebut. Tapi kalau diteliti lebih dalam, punahnya madzhab ini bukan hanya karena adanya madzhab baru yang datang, tapi kerena memang tidak adanya budaya pelestarian ilmu dengan tulisan yang dilakukan oleh para murid dan pengikut Imam al-Auza’ie. Mereka hanya mengamalkan tanpa mengabadikan. Akhirnya kita sulit untuk melihat fiqih dan corak ushul madzhab al-Auza’ie serta fatwa-fatwa beliau. Tapi kita akan masih mendapati beberapa pendapat fiqih beliau di beberapa kitab fiqih Muqaranah Madzhab seperti Kitab Bidayatul-Mujtahid karangan Imam Ibnu Rusyd, atau juga kitab al-Majmu’ karangan Imam al-Nawawi, serta kitab Bada’i al-Shana’ie karangan Imam al-Kasani dari kalangan al-Hanafiyah. Selain fatwa-fatwa fiqih, Imam Al-Auza’i yang juga terkenal sebagai ahli sastra juga sering menyampaikan nasehat-nasehatnya dalam bahasa yang indah. Diantara nasehatnya adalah, “Barangsiapa yang lebih banyak mengingat kematian maka kehidupan cukup mudah baginya mencari bekal dengan beramal shalih. Dan barangsiapa berucap dengan ilmunya maka dia akan sedikit bicara.” Al-Auza’i juga berkata, “Barangsiapa yang lama dalam shalat malam, maka Allah akan memudahkan urusannya dan menaunginya pada hari kiamat”. Al-Walid bin Mazid mendengar Al-Auza’i berkata, “Apabila Allah menghendaki suatu kaum kejelekan, maka Allah akan membukakan baginya pintu berdebat dan enggan untuk beramal.” Dan juga berkata, “Sesungguhnya orang Mu’min itu sedikit bicara banyak beramal dan orang munafiq itu banyak bicara dan sedikit beramal.” Penguasa Dinasti Abbasiyah, Abu Ja’far Al-Manshur meminta Al-Auza’i menuliskan nasehat untuknya. Maka sang imam pun menulis, “Amma ba’du, wajib atasmu untuk bertaqwa kepada Allah. Rendah hatilah maka Allah akan mengangkatmu pada hari ketika Allah merendahkan orang-orang yang sombong di dunia…”Tak hanya termasyhur di kalangan fuqaha, Imam Al-Auza’i yang sangat shalih dan wara’ itu juga terkenal di kalangan ahli ma’rifat. Ketika ia wafat, misalnya, Muhammad bin Ubaid sedang bersama Sufyan ats-Tsauri ketika datang seorang laki-laki, dia berkata, “Saya bermimpi raihanah tumbuhan berbau harum yang berasal dari daerah Maghrib diangkat.” Mendengar hal itu Sufyan Ats-Tsauri menimpali, “Jika mimpimu benar, sungguh Al-Auza’i telah wafat.” Mereka lalu menulis surat untuk menanyakan hal itu, dan ternyata memang benar demikian. Ada beberapa versi tentang penyebab kematiannya. Yang paling populer adalah setelah selesai mengecat sesuatu, Imam Al-Auza’i masuk kamar mandi yang ada di rumahnya. Kemudian istrinya masuk membawa tabung yang berisi arang dan menyalakannya agar sang suami tidak kedinginan di dalamnya. Setelah itu sang istri keluar dan menutup pintu kamar mandi tersebut. Ketika asap arang itu menyebar, Imam Al-Auza’i pun menjadi lemas. Ia berusaha membuka pintu, tetapi tidak berhasil dan terjatuh. “Kami menemukannya dalam keadaan tangan menghitam dan menghadap ke arah kiblat,” kata salah seorang saksi. Sebagaimana para sufi dan ulama salaf lain yang hidupnya sangat bersahaja, Imam Abdurrahman Al-Auza’i pun tidak meninggalkan harta warisan kecuali uang sebanyak 6 dinar. Sang Imam wafat pada bulan Shafar 157 H. Ada juga sebagian kecil ulama yang mengatakan pada tahun 153 H.
Sebenarnya banyak sekali mazhab fikih Ahlussunnah wal Jamaah di luar empat mazhab fikih mainstream yang kita kenal hari ini Syafii, Maliki, Hanbali, dan Hanafi,. Di luar empat mazhab tersebut terdapat sejumlah mazhab lain yang pernah tumbuh dan berkembang hingga abad ketiga hingga keempat Hijriyah. Karena satu dan lain hal, mazhab-mazhab fikih sunni di luar empat mazhab ini “mati”. Tidak ada lagi sarjana-sarjana fikih yang meneruskan dan akhirnya tidak lagi menjadi mazhab yang diikuti oleh masyarakat. Salah satu dari mazhab fikih di luar empat mazhab adalah Madzhab Al-Awza’i. Nama Al-Awza’i bagi para pengkaji fikih tentu cukup familiar sebagaimana nama Abu Tsaur, Ishaq ibn Rahawaih, dan lain sebagainya yang namanya kerap disinggung dalam kitab-kitab lengkapnya adalah Abu Amr Abdurrahman bin Amr bin Yuhmid al-Awza’i. Ia lahir di Ba’labak sebuah kota di Libanon pada tahun 88 H/ 707 M. Sejak kecil ia tumbuh sebagai anak yatim dan miskin karena ditinggal ayahnya sejak ia masih balita. Ia tinggal di Ba’labak bersama ibunya yang kemudian ibunya memboyongnya untuk pindah ke kota belajar kepada sejumlah pembesar tabiin generasi setelah sahabat Nabi seperti Atha’ bin Abi Rabah, Qatadah, Al-Zuhri, dan lain sebagainya. Imam Al-Awzai ini dikenal memiliki peringai yang baik dan pengetahuan yang komplit. Murid-muridnya Imam Awza’i cukup banyak. Sebagian besar di antaranya kelak menjadi ulama besar seperti Imam Malik bin Anas pendiri Mazhab Maliki, Sufyan Al-Tsauri, bahkan sekelas tabiin sekalipun seperti Imam Az-Zuhri juga belajar kepadanya lebih tepatnya saling belajar. Belajarnya Imam Az-Zuhri kepada Imam Awza’i ini dalam disiplin ilmu hadis disebut sebagai riwayat al-akabir an ash-shaghair orang yang secara usia lebih tua belajar dan meriwayatkan hadis dari orang yang lebih muda.Meski sedemikian tingginya intelektualitas seorang Imam Awza’i, akan tetapi ia tidak sebagaimana para pendiri mazhab empat mainstream yang banyak ditulis oleh para murid-murid dan pengikutnya. Sosoknya jarang sekali diulas secara khusus oleh para muridnya. Meski demikian, bukan berarti nama beliau tidak diulas dalam buku-buku sejarah para sarjana, sebut saja di antaran dalam karya-karya ensiklopedis seperti Thabaqat-nya Ibn Sa’d, Muruj Adz-Dzahab-nya Al-Mas’udi, Hilyah Al-Awliya’-nya Abu Nu’aim, hingga dalam sejumlah literatur tentang biografi para periwayat hadis seperti al-Bidayah wan-Nihayah, Tadzkirah al-Huffadz, at-Tahdzib dan lain satu upaya yang sangat berharga dalam menelusuri jejak Imam Al-Awza’i adalah apa yang telah dilakukan oleh Syakib Arselan. Ia secara tekun meneliti manuskrip yang tersimpan di Berlin. Manuskrip tersebut, menurut Syakib Arselan, merupakan hasil salinan tangan dari Zainuddin bin Taqiyyudin bin Abdurrahman al-Khatib. Judul manuskrip yang diteliti oleh Syakib Arselan ini berjudul Mahasin Al-Masa’i fi Manaqib al-Imam Abi Amr al-Awzai, sebuah kitab yang ditulis oleh Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Al-Mushili hal ini Syakib Arselan mengatakanSelama dua tahun saya muthalaah’ di sebuah perpustakaan di Berlin, di mana saya menemukan sebuah manuskrip berjudul “Mahasin al-Masa’i, fi Manaqib al-Imam Abi Amr al-Awza’i”. Kitab ini tanpa diberi keterangan siapa penulisnya, hanya saja di bagian akhir manukrip ini tertulis nama penyalin naskahnya, yaitu Zainuddin bin Taqiyyudin Abdurrahman Al-Khathib, di mana juga tercatat titi mangsa penyalinan naskah kitab ini yakni tahun 1048. Keterangan lain tentang penyalinnya juga tidak ditemukan dalam naskah ia melakukan muthalaah sebagian halaman dari kitab ini, memotret isinya, mengumpulkan dan akhirnya menerbitkan karya ini. Mengapa ia melakukan ini? Karena beberapa alasan, di antaranya Ini adalah naskah kitab satu-satunya yang menjelaskan biografi Imam Awza’i, mungkin saja ada kitab lain selain kitab ini, hanya saja saya belum pernah melihatnya. Imam Awza’i adalah ulama generasi pertama dalam jenjang mujtahid, posisinya setara dengan Imam Syafii, Imam Malik, Imam Ahmad, dan Imam Abu Hanifah. Imam Awza’i adalah Imam bagi penduduk Syam -berdasarkan penuturan para sejarawan. Selain di Syam, masyarakat Andalusia juga dulu sempat menganut Madzhab Nadhim dalam al-Fihrisat menyebutkan dua kitab peninggalan Al-Awza’i. Yaitu Kitab As-Sunan fil-Fiqh dan Kitab al-Masail fil-Fiqh. Hanya saja yang sampai kepada kita, menurut Ibn Nadhim, hanya sebagian “al-muqtabasat” yang terdapat pada sumber-sumber yang ditulis demikian, menurut Fuat Sezgin, Ibn Abi Hatim telah berhasil menyelamatkan sejumlah risalah surat yang ditulis oleh Al-Awza’i untuk khalifah dan para wazir-nya. Risalah-risalah yang menggambarkan pandangan fikih Al-Awza’i tersebut di antaranya sebagai berikutRisalah ila Ubaidillah, wazir Khalifah Al-Mahdi fi Mawidzah was-Sual ila Ubaidillah wazir khalifah al-Mahdi fi TanajRisalah ila Isa bin Ali fi Jawabi Man Dafa’a an NafsihiPenggalan Pemikiran Fikih Imam Al-AwzaiBagi para pembelajar fikih yang cukup banyak membaca literatur-literatur besar dan mendalam, maka akan mudah menemukan penjelasan mengapa mazhab fikih dalam kelompok sunni hanya dibatasi empat imam mazhab saja. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yang salah satunya adalah karena kitab-kitab empat imam mazhab ini terkodifikasikan dengan baik. Hal mana yang tidak terjadi dalam Mazhab Imam Awza’i. Bahkan pengikut terbesarnya yang dulu berada di Syam dan Andalusia, konon hanya bisa bertahan sekitar 200 tahun. Setelah itu, masyarakat Syam berpindah menjadi pengikut Mazhab Syafi’i dan di Andalusia memilih Mazhab karena itu, corak pemikiran fikihnya Imam Awza’i pun cukup sulit untuk dicari. Hanya saja, beberapa penggalan pendapatnya mudah untuk ditelisik dari beberapa karya tulis mengenainya. Salah satunya terdapat dalam kitab Mahasin Al-Masa’i fi Manaqib al-Imam Abi Amr al-Awzai yang disunting oleh Syakib satu bab dalam buku tersebut di beri judul fashlun fi dzikr ba’dh ma ikhtarahu al-awza’i fasal sebagian pendapat fikih yang dipilih oleh Imam Al-Awza’i. Dalam bab ini dijelaskan bahwa salah satu pendapat “unik” dari Imam Al-Awza’i adalah ihwal dibolehkannya berwudhu dengan menggunakan “nabidz” alias perasaan anggur. Konon, pendapat ini didasarkan kepada salah satu hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud dimana saat itu hendak melakukan salat subuh ia ditanya oleh Nabi, “apakah kamu memiliki wudlu?” Ibn Mas’ud menjawab, “Tidak, tetapi aku memiliki sebuah tempat yang di dalamnya terdapat nabidz”. Lalu Nabi bersabda, “Kurma yang suci, air perasannya bisa menjadi alat untuk bersuci”.Pendapat lain yang cukup berbeda dengan beberapa pendapat madzhab lain seperti Madzhab Imam Syafii adalah mengenai kesucian air baik sedikit maupun banyak meskipun tertimpa najis, dengan catatan air tersebut tidak berubah sebab terkena Auza’i wafat pada hari ahad tanggal 28 bulan Safar tahun 157 H. Jenazahnya disemayamkan di belakang sebuah Masjid di Beirut yang diberi nama Masjid Imam A’lam bish-Shawab
Imam Al-Auza’i 88 H 706/707 M – 157 H 773/774 M adalah ulama ahlussunnah dan eponim bagi mazhab fikih Auza'i. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Amr bin Yuhmad Al-Auza’i. Al-Auza’i adalah nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di Damaskus. Menurut Adz-Dzahabi, dia adalah seorang "Syaikh Islam, 'alim wilayah Syam." Dia bertempat-tinggal di Al-Auza', sebuah kampung kecil di daerah Bab al-Faradis, di dekat Damaskus, kemudian dia pindah ke Beirut, hingga dia meninggal di sana.[1] Dia dilahirkan pada tahun 88 H dan mengalami masa kanak-kanak dalam keadaan yatim. Ia melakukan perjalanan menuntut ilmu rihlah menuju Yamamah dan Bashrah. Tidak banyak karya pribadinya yang masih bertahan dan dapat ditemukan pada saat ini, meskipun begitu berbagai perkataannya masih dapat ditemui dari nukilan-nukilan yang terdapat pada kitab-kitab karya muridnya dan para ulama sesudahnya. Abu Zur’ah mengatakan tentangnya, “Pekerjaan dia adalah menulis dan membuat risalah. Risalah-risalah dia sangat menyentuh.” Ia begitu dihormati oleh Khalifah Al-Manshur dan pernah ditawari untuk menjadi hakim qadhi oleh Khalifah namun Al-Auza'i menolaknya. Di akhir hayatnya, ia berangkat ke Beirut untuk melaksanakan tugas ribath menjaga daerah perbatasan dan wafat di sana. Dikatakan warisan yang ia tinggalkan hanya enam dinar yang merupakan sisa dari sedekah yang dia berikan.
Biografi Imam Al-Auza’iAl-Auza’i 88–157 HNama beliau adalah Abdurrahman bin Amr bin Yahya Al-Auza’ dikenal dengan nama nisbahnya, Al-Auza’i, nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di Damaskus. Beliau dilahirkan pada tahun 88 H dan mengalami masa kanak-kanak dalam keadaan yatim. Namun, sejak kecil, beliau senantiasa berusaha memperbaiki layaknya ulama lainnya, beliau melakukan perjalanan menuju Yamamah dan Bashrah sebagai petualangan dalam menuntut dan murid Al-Auza’iBeliau mengambil hadis dari Atha’ bin Abi Rabah, Qasim bin Makhimarah, Syaddad bin Abu Ammar, Rabi’ah bin Yazid, Az-Zuhri, Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, Yahya bin Abi Katsir, dan sejumlah ulama besar dari kalangan tabiin lainnya. Diceritakan juga bahwa beliau sempat mengambil hadis dari Muhammad bin Sirin di waktu Muhammad bin Sirin daftar para ulama yang menjadi murid beliau antara lainSyu’bah, Ibnu Mubarak, Walid bin Muslim, Al-Haql bin Ziyad, Yahya bin Hamzah, Yahya Al-Qaththan, Muhammad bin Yusuf, Al-Faryabi, Abu Al-Mughirah, dan sejumlah ulama untuk Al-Auza’iSelama hidupnya, Imam Al-Auza’i lebih banyak disibukkan dengan berdakwah dan mengajarkan Zur’ah mengatakan“Pekerjaan beliau adalah menulis dan membuat risalah. Risalah-risalah beliau sangat menyentuh.”Walid bin Mazid mengatakan“Saya belum pernah melihat beliau tertawa terbahak-bahak. Apabila beliau menyampaikan kajian yang mengingatkan akhirat, hampir tidak dijumpai hati yang tidak menangis.”Beliau Walid bin Mazid juga mengatakan“Saya belum pernah melihat orang yang lebih rajin beribadah melebihi Al-Auza’i.”Al-Haql mengatakan“Al-Auza’i telah menjawab dan menjelaskan permasalahan.”Sementara, Al-Kharibi mengatakan“Al-Auza’i adalah manusia terbaik di zamannya. Beliau layak untuk mendapat jabatan khilafah.”Bisyr bin Mundzir mengatakan“Saya melihat Al-Auza’i seperti orang buta, karena khusyuknya.”Disebutkan bahwa beliau menghidupkan malamnya dengan salat dan membaca Alquran sambil Al-Auza’iAda beberapa nasihat yang pernah disampaikan Al-Auza’i, di antaranyaBeliau pernah mengatakan kepada Walid bin Mazid“Apabila Allah menghendaki keburukan untuk suatu kaum, Allah membuka pintu suka berdebat’ dan Allah sulitkan mereka untuk beramal.”Beliau juga menjelaskan akidah ahlus sunnah, sebagaimana yang diceritakan oleh Muhammad bin Katsir Al-Mashishi, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan“Kami dan para tabiin, semuanya, berpendapat bahwa Allah berada di atas Arsy, dan kami beriman terhadap semua keterangan tentang Allah yang terdapat dalam sunah.”Beliau menasihatkan agar manusia senantiasa berpegang dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa diriwayatkan Amir bin Yasaf, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan“Apabila kamu mendengar hadis dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, janganlah kamu mengambil pendapat orang lain, karena beliau adalah mubalig penyampai berita dari Allah.”Beliau juga menasihatkan“Tidaklah seseorang berbuat bid’ah kecuali pasti akan dicabut sifat wara’-nya”.Dari Abu Ishaq Al-Fazari, bahwa Al-Auza’i menasihatkan“Ada lima hal yang dipegangi para sahabat dan tabiin berpegang teguh dengan jamaah pemerintah, mengikuti sunah, memakmurkan masjid rajin shalat berjamaah, membaca Alquran, dan berjihad.”Ibnu Syabur mengatakan bahwa Al-Auza’i pernah menasihatkan“Barang siapa yang mencari-cari pendapat-pendapat aneh yang menyimpang dari para ulama, niscaya dia akan keluar dari Islam.”Walid bin Mazid menceritakan bahwa Al-Auza’i mengatakan“Celakalah orang yang mendalami ilmu untuk masalah selain ibadah dan orang yang berusaha menghalalkan hal yang haram dengan syubhat.”Beliau juga pernah berpesan dengan satu perkataan yang indah dan cukup terkenal, sebagaimana diriwayatkan oleh Walid bin Mazid beliau mendengar Al-Auza’i mengatakanعَلَيكَ بِآثَارِ مَن سَلَفَ وَإِن رَفَضَكَ النّاسُ وَإِيّاكَ ورَأيَ الرِّجَال وَإِن زَخْرَفُوهُ بِالقَولِ فَإِنَّ الأَمرَ يَنجَلِي وَأَنتَ عَلَى طَرِيقٍ مُستَقِيم“Berpegang-teguhlah dengan atsar riwayat para ulama salaf, meskipun masyarakat mengikuti pemikiran manusia, meskipun mereka menghiasi semua perkara akan tampak dalam keadaan engkau berada di jalan yang lurus.”Wafatnya Al-Auza’iBeliau sangat dimuliakan oleh Khalifah Al-Manshur. Khalifah sangat memerhatikan nasihat-nasihat Al-Auza’i. Sampai akhirnya, beliau pernah ditawari untuk menjadi hakim oleh Khalifah, namun beliau akhir hayatnya, beliau berangkat ke Beirut dan melaksanakan tugas ribath menjaga daerah perbatasan dan meninggal dunia di sana. Warisan yang beliau tinggalkan ketika beliau wafat hanya enam dinar, dan itu merupakan sisa dari sedekah yang dia berikan. Semoga Allah merahmati Imam Al-Auza’ KitabAdz-Dzahabi, Tadzkirah Al-Huffazh, Al-Maktabah Asy-Syamilah, no. urut 177
biografi imam al auza i